bagi saya dulunya
penyakit ini merupakan pembuktian bahwa saya adalah anak yang tak beruntung
terlahir di keluarga ini. Bagaimana tidak, saya terlahir sebagai anak kembar
yang mana saudara kembar saya (perempuan) tidak pernah mendapat penyakit
seperti saya ini. Kakak laki-laki dan perempuan saya merupakan orang-orang yang
bisa dibilang sukses di bidang pendidikan. Sementara saya hanya mampu bersaing
untuk menjadi yang terbaik dalam pendidikan dengan saudara kembar saya hanya
sampai kelas 4 SD. Hingga saat itu saya masih merasa layak tuk berada di
keluarga ini, dan hingga titik itupun lah motivasi saya untuk mampu bersaing
dengan dia mulai berubah. Rasa malas, jenuh dan letih mulai menjadi teman baik
ku.
Saya bukan lah adik
yang begitu bersahabat terutama bagi kakak perempuan saya, saya merasa terlalu
besar tekanan dari dia dan banyak kata pembanding yang dilontarkan pada saya
saat saya harus mengakui jika saya tak sebaik saudara kembar saya. Banyak adu
pendapat antara saya dengan kakak
perempuan saya dan tak sedikit menghasilkan sedikit dendam bagi saya. Saya pun
pernah coba tuk keluar dari rumah karena perselisihan saya dengan kakak
perempuan saya. Saat itu saya akui kesalahan saya bersikap terhadap ibu yang
cukup keras namun cara kakak perempuan saya mengingatkan saya bukanlah cara
yang bisa saya terima. Hari itu saya coba untuk keluar dari rumah, namun
perjalanan saya hari itu mesti terhenti karena obat yang harusnya menemani saya
tak saya bawa. Saat itu saya sudah sangat merasa risih dengan kondisi tubuh
saya yang mulai tidak bersahabat. Nafas dan kondisi tubuh saya sudah mulai
memburuk dan seharusnya insulin menjadi solusi namun apalah daya, obat itu tak
saya bawa dan pilihan saya hanya pulang ke rumah bibi say untuk berharap ibu
kan mencari saya dan ternyata itu memang benar. Ibu menjemput saya saat kondisi
tubuh saya sudah sangat melemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar