Senin, 25 April 2016



PENGUMPULAN DATA
A.    PENDAHULUAN
1.      Pengantar
Dalam suatu penelitian, hal yang menjadi perhatian utama tentunya bagaimana seorang peneliti dapat mengumpulkan data yang memang dibutuhkan dan sesuai dengan apa yang akan diteliti. Hal ini tentu sangat penting karena dengan pengumpulan data ini seorang peneliti akan mendapat data-data yang nantinya akan diolah sehingga menentukan hasil penelitian.
Teknik-teknik ataupun instrumen yang akan digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasikan, dan diklarifikasikan. Penggunaan satu atau beberapa instrumen penelitian tentu bergantung kebutuhan untuk mendapatkan data dalam penelitian.
Dengan penggunaan instrumen yang benar-benar baik serta di rumuskan serta disusun dengan akurat, maka tentunya ini akan menjadi faktor utama dalam menentukan data yang akan diperolrh nantinya. Banyak pertimbangan dalam pemilihan instrumen serta penyusunan instrumen penelitian itu sendiri. Ini agar instrumen mampu memberi atau menjawab apa yang dibutuhkan dalam suatu penelitian.
Sebelum instrumen dapat digunakan, tentunya perlu diuji dahulu apakah instrumen tersebut layak dan mampu mengukur, menilai dan mengungkapkan aspek-aspek yang ingin diungkap oleh peneliti. Dengan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen sebelum penggunaannya tentu akan menjadikan instrumen tersebut lebih baik dan layak dalam penggunaannya.
2.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menambah wawasan penulis dan peserta diskusi mengenai teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data hingga pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen pengumpul data.
b.      Untuk memenuhi salah satu syarat perkuliahan pada mata kuliah Metode Penelitian Lanjutan yang akan disampaikan pada sesi diskusi.

B.     PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian, pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan.
Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder). Sementara itu, metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjukkan suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya. Sedangkan instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek list, kuesioner (angket terbuka/tertutup), pedoman wawancara, camera foto, dan lainnya.
Dalam pengumpulan data, yang perlu diperhatikan adalah berbagai langkah penelitian yang sebelumnya telah disusun dengan baik. Jika peneliti tidak mengelaborasi unsur-unsur sebelumnya dengan baik, atau memilih instrumen penelitian sebelum merumuskan masalah, maka peneliti akan digiring oleh instrumen tersebut pada tujuan yang dirumuskan oleh penyusun instrumen tersebut.
C.   Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teknik atau metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam penelitian.
1.      Kuantitatif
Secara umum teknik-teknik pengumpulan data yang dapat digunakan peneliti dalam penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut.
a)      Kuesioner
Kuesioner berasal dari bahasa Latin: Questionnaire, yang berarti suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik tertentu, diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud memperoleh data (Muri Yusuf, 2013: 199). Tujuan utama penggunaan kuesioner dalam penelitian adalah, 1) memperoleh informasi yang lebih relevan dengan tujuan penelitian; 2) mengumpulkan informasi dengan reliabilitas dan validitas yang tinggi.
Dalam menyusun instrumen kuesioner ada 8 pertanyaan yang perlu mendapat perhatian peneliti, yaitu:
1)      Apakah butir itu diperlukan ?
2)      Apakah butir itu akan dianalisis ?
3)      Apakah butir itu relevan ?
4)      Bagaimanakah caranya pertanyaan itu akan diolah ?
5)      Teknik manakah yang cocok untuk itu ?
6)      Apakah dengan pertanyaan yang ada pokok masalah yang diajukan telah terjawab ?
7)      Apakah masing-masing sub-sub variabel sudah terwakili ?
8)      Apakah kuesioner itu sesuai dengan responden penelitian ?
Dalam kuesioner, ada beberapa pembagian yang dapat dilihat melalui isi kuesioner itu sendiri.
1)      Pertanyaan fakta dan informasi
Berkaitan dengan pengetahuan siap yang diketahui responden tentang sesuatu yang ingin diselidiki. Pertanyaan ini menekankan pada fakta dan informasi yang tersedia.
2)      Pertanyaan pendapat dan sikap
Pertanyaan ini mengarah kepada pertanyaan tentang perasaan, kepercayaan, dan preposisi serta nilai-nilai.
3)      Pertanyaan perilaku
Pertanyaan ini mengacu kepada perbuatan dan tindakan seseorang dalam kaitannya terhadap yang lain.
Dari sisi bagaimana kuesioner itu diadministrasikan kepada responden, kuesioner dapat pula dibedakan kepada, 1) kuesioner yang dikirimkan dengan pos (Mail Questionaire); 2) kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden.
Menurut jenisnya, kuesioner dapat pula dibedakan atas tiga bentuk, yaitu:
1)      Kuesioner Tertutup
Dalam kuesioner tertutup, alternatif jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu. Responden hanya memilih dari alternatif yang telah disediakan.
2)      Kuesioner Terbuka
Bentuk ini memberikan kesempatan kepada responden untuk mengemukakan pendapatnya yang sesuai dengan pandangan dan kemampuan masing-masing.
3)      Kuesioner Tertutup dan Terbuka
Kuesiner ini dapat menghilangkan kelemahan kuesioner terbuka dan kuesiner tertutup. Dalam bentuk gabungan ini, alternatif jawaban sebagian besar disediakan oleh peneliti. Pada bagian akhir setiap pilihan jawaban selalu disediakan satu atau dua tempat yang dikosongkan sehingga responden mempunyai kesempatan untuk mengisi jawaban yang sesuai dengan keadaannya, kalau alternatif yang disediakan belum sesuai dengan yang diinginkannya.
Kesahihan dan keterandalan alat pengumpul data merupakan salah satu modal dalam mengungkapkan dan mencari penemuan yang lebih berarti dalam suatu penelitian. Keterwakilan atau tidaknya aspek-aspek yang diteliti secara keseluruhan sangat menentukan ketepatan dan keakurantan hasil penelitian yang digunakan.
Menurut Muri Yusuf (2013; 206-211) langkah-langkah sederhana dalam menyusun instrumen (kuesioner) adalah sebagai berikut:
1)      Tinjau kembali secara tuntas apakah hubungan antar masalah, tujuan, dan hipotesis/pertanyaan penelitian sudah jelas.
                                                              i.     Apakah tujuan yang akan dicapai betul-betul telah dituangkan dalam hipotesis/pertanyaan penelitian yang benar sehingga jelas data yang akan dikumpulkan
                                                            ii.     Apakah variabel sudah benar, baik menurut jenis maupun logika urutannya.
                                                          iii.     Apakah variabel sudah dijabarkan dengan rinci dan benar sehingga mudah dialihkan menjadi instrumen ?
2)      Formulasikan pertanyaan atau butir soal dengan baik dan benar, serta sesuai dengan data yang dibutuhkan. Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam memformulasikan butir pertanyaan.
                                                              i.      Tanyakan data dan informasi yang dibutuhkan dan terkait dengan tujuan penelitian, tetapi jangan kumpulkan data yang tidak berguna dan tidak akan diolah.
                                                            ii.      Gunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah yang berlaku dan tingkat kemampuan responden
                                                          iii.      Nyatakan pertanyaan dengan jelas dan spesifik
                                                          iv.      Hindarilah pertanyaan yang panjang, dan kabur. Usahakan untuk dapat dipersingkat tetapi tidak mengurangi arti pertanyaan/pernyataan tersebut.
                                                            v.      Tetapkan kerangka tujuan pertanyaan dalam pikiran peneliti, sehingga menyumbang kepada hasil penelitian.
                                                          vi.      Jangan mengasumsikan bahwa responden mempunyai informasi faktual atau mempunyai pendapat dari tangan pertama.
                                                        vii.      Tentukan terlebih dahulu apakah peneliti akan menggunakan pertanyaan langsung atau pertanyaan tidak langsung
                                                      viii.      Tentukan terlebih dahulu, apakah yang dibutuhkan pertanyaan umum atau pertanyaan khusus
                                                          ix.      Tetapkan terlebih dahulu apakah akan digunakan bentukpertanyaan terbuka atau pertanyaan tertutup atau kombinasi keduanya.
                                                            x.      Lindungi ego responden dengan mengajukan pertanyaan yang melibatkan dirinya.
                                                          xi.      Hindari kata-kata yang meragukan atau kata-kata yang tidak ada gunanya
                                                        xii.      Setiap butir pertanyaan hendaklah dinyatakan dengan ringkas, jelas dan utuh
                                                      xiii.      Susun pertanyaan yang tidak memaksa atau mengarahkan responden untuk menjawab ke satu arah
                                                      xiv.      Hindari kata-kata yang bersifat emosional dan sentimentil
                                                        xv.      Dalam setiap pertanyaan hanya terdapat satu konsep atau suatu ide yang ditanyakan.
                                                      xvi.      Tanyakan dulu yang lebih sederhana, kemudian secara bertahap lanjutkan dengan lebih kompleks
                                                    xvii.      Hindari jawaban yang dipengaruhi oleh gaya bahasa atau bentuk jawaban tertentu.
                                                  xviii.      Jika ada pertanyaan yang spesifik, sebaiknya kata-kata itu digaris bawahi atau dimiringkan.
                                                      xix.      Kategori responden hendaklah mudah dipahami.
                                                        xx.      Upayakan perwajahan kuesioner menarik perhatian responden
                                                      xxi.      Beri pengantar dan petunjuk pengisian

b)      Skala
Teknik skala ini memberikan hasil yang cukup berarti jika peneliti dapat memilih tipe yang tepat sesuai dengan jenis data yang akan dikumpulkan serta tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Langkah-langkah dalam penyusunan skala yang benar adalah sebagai berikut:
1)      Melakukan studi literatur dan kemudian menentukan dengan jelas aspek komponen dan dimensi serta spesifikasi objek penelitian.
2)      Menyusun berbagai indikator yang dapat diamati sesuai dengan aspek-aspek yang diukur.
Bebrapa teknik skala yang sering digunakan dalam penelitian adalah:
1)      Skala Likert
Skala ini dikembangkan oleh Rensis Likert, yang merupakan suatu butir soal. Responden hanya memberikan persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap butir soal tersebut. Skala ini dimaksudkan untuk mengukur sikap individu dalam dimensi yang sama dan individu menempatkan dirinya ke arah satu kontinuitas dari butir soal. Langkah-langkah penyusunan skala Likert adalah:
                                                                   i.          Komposisikan butir soal dalam satu kesatuan
· Susun sejumlah soal yang memiliki dimensi yang sama dalam suatu urutan soal.
· Pernyataan positif dan negatif hendaklah seimbang jumlahnya.
· Urutan pernyataan positif dan negatif dilakukan secara acak
                                                                 ii.          Pemilihan alternatif jawaban
· Tentukan berapa alternatif (choices) yang akan digunakan.
· Alternatif yang digunakan hendaklah lebih mudah dipahami responden dan memberikan semaksimal mungkin data yang diperlukan.
                                                               iii.          Tata urutan butir soal dan persiapan pengadministrasian
· Tiap butir soal dalam instrumen hendaklah ditetapkan secara acak.
· Berikan waktu secukupnya, sehingga setiap responden mengisi semua butir soal sesuai dengan keadaan sebenarnya.
· Format dan perwajahan instrumen adalah sesuatu yang penting
                                                               iv.          Pemberian skor
Dalam memberikan nilai pada sikap tertentu yang diteliti, peneliti hendaklah memberikan skor pada semua butir soal yang digunakan. Pada butir soal yang tidak diisi oleh responden maka skor yang bersangkutan adalah nol.
2)      Skala Thurstone
Skala ini dikembangkan oleh Louis Leon Thurtone, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Amerika dan pioner dalam pengukuran mental. Berbeda dengan skala Likert, skala Thurstone ini bertujuan ingin mengurutkan responden berdasarkan ciri-ciri tertentu. Skala ini tidak terlalu mudah disusun namun mempunyai reliabilitas yang tinggi. Dalam penyusunan skala Thurstone, ada bebrapa langkah yang perlu dipedomani, yaitu:

                                                                   i.          Menentukan komposisi dalam satu pool
·      Susun dan atau kumpulkan suatu set pernyataan yang unidimensional. Jumlah soal yang ideal antara 100 dan 200butir soal.
·      Boleh pernyataan positif maupun pernyataan negatif
·      Susun pernyataan unidimensional dan yang bersifat menyatakan sesuatu itu pada suatu kartu untuk setiap soal.
                                                                 ii.          Pemilihan penimbangan dan pertimbangna
·      Rumuskanlah populasi penelitian
·      Pilih dari populasi yang sama, penimbang/juri yang akan membantu pengembangan butir soal
·      Jumlah penimbang sebaiknya sebanyak mungkin, antara 40-100 orang
·      Kepada penimbang diharapkan mengelompokkan butir soal yang terdapat dalam kartu ke dalam 11 kelompok dan memberi skor 1 sampai sebelas atau dari tidak menyenangkan (skor 1) sampai sangat menyenangkan (skor 11)
                                                               iii.          Penyekoran pertimbangan atau penaksiran skala interval
·      Kumpulkan semua pertimbangan untuk tiap-tiap pernyataan atau butir soal
·      Distribusikan setiap pernyataan, dan pernyataan yang nilainya sangat menyebar dibuang. Sedangkan skor nilai yang agak bersamaan digunakan untuk membuat skala.
·      Hitung median dari nilai-nilai untuk digunakan sebagai dasar perhitungan
·      Nilai butir soal ditentukan dengan menghitung niali median untuk penempatan frekuensi penilai
·      Tentukan berapa panjang skala dan berapa banyak butir soal.
·      Setelah ukuran skala ditentukan, pilihlah soal sebanyak yang dibutuhkan, berdasarkan interval yang sama.
·      Bentuk paralel dapat disusun dengan memilih butir soal lain berdasarkan interval yang sama pula

                                                               iv.          Persiapan pengadministrasian dan penskoran
·      Suatu butir soal hendaklah dipilih dari sejumlah pool soal-soal yang lebih luas.
·      Padasetiap butir soal hendaklah disediakan tempat untuk responden menyatakan setuju atau tidak setuju pada pernyataan tersebut
·      Penskoran dilakukan dengan membuat tanda pada butir soal bahwa responden setuju dengan pernyataan tersebut.
3)      Skala Guttman
Skala Guttman (Scalaogram Analysis) dikembangkan oleh Louis Guttman dan lebih rumit dari skala Libert dan Thurstone. Skala ini merupakan skala kumulatif dan ordinal. Skala ini hanya mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multi dimensi. Langkah-langkah dalam penyusunan Skala Guttman adalah:
                                                     i.          Susunlah sejumlah pernyataan yang sesuai dengan masalah yang akan diselidiki dengan terlebih dahulu menentukan sub-sub variabelnya dalam satu pool.
·      Susun pernyataan deskriptif mengenai universe yang diselidiki
·      Butir-butir soal hendaklah mewakili sikap yang diukur
·      Tempatkan soal itu dengan baik dalam sheet dengan dua kemungkinan jawaban “ya” atau “tidak”
                                                   ii.          Uji coba skala
·      Administrasikan skala itu pada sampel, yang diperkirakan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan populasi penelitian
·      Semua butir soal diskor dengan cara yang telah ditentukan terlebih dahulu
·      Skor ditentukan untuk tiap responden. Umumnya tiap responden adalah jumlah jawaban yang positif
                                                 iii.          Penyusunan skala
·      Susun suatu chart, dengan butir soal dan daftar responden sebelah kiri
·      Setelah semua responden selesai diskor, maka selanjutnya mengatur/menyusun kembali menurut ranking, dengan tidak memperbaiki latak butir soal.
·      Setelah semua responden diurutkan, maka langkah berikutnya adalah mengatur kembali butir soal dengan menempatkan pada kolom pertama butir soal yang paling banyak mendapat jawaban “ya” dan seterusnya.
·      Kegiatan selanjutnya adalah menghitung index reprodusibilitas. Index ini dihitung untuk menentukan apakah respon yang diberikan menunjukkan kualitas yang kuat dalam kaitan dengan total skor yang tertinggi. Untuk menghitung index ini dapat digunakan rumus:
·      Jika index reprodusibilitas kecil dari 0,9 maka skala itu tidak memuaskan untuk digunakan
·      Index reprodusibilitas hanya mengukur ketepatan alat yang dibuat, sedangkan koefesien skalabilitas menunjuk kepada baik tidaknya skala itu digunakan.
·      Langkah selanjutnya menghitung koefisien skalabilitas dengan rumus:  (m= jumlah total kesalahan, yaitu jumlah respon dikurangi total jawaban “ya”)
·      Jika index skalabilitas besar dari 0,6 maka skala itu dianggap baik untuk digunakan.

4)   Skala Perbedaan Semantik
Skala  ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannenbaum untuk mengukur pengertian seseorang tentang konsep atau objek. Setiap responden diminta untuk menilai suatu konsep atau objek dalam suatu skala bipolar dengan tujuh titik. Langkah-langkah dalam menyusun skala Perbedaan Semantik adalah:
                                                              i.          Pilih konsep yang akan dinilai
·      Konsep tersebut hendaklah relevan dengan topik peneliti
·      Konsep itu harus sensitif untuk membedakan kesamaan antara kelompok.
                                                            ii.          Pilih kata-kata ajektif berpasangan
·      Kata-kata ajektif itu berlawanan (bipolar)
·      Sifat berlawanan itu tidak dimunculkan hanya dengan menambahkan kata tambahan “tidak”, kecuali tidak ada pilihan yang lain
·      Penempatan kata-kata dalam skala dilakukan secara random.
                                                          iii.          Penempatan kata-kata dalam skala dilakukan secara random.
c)      Tes
Tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas/baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi siswa dan nilai yang mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh siswa lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
1)      Macam-macam tes
                                                                   i.          Tes benar-salah (true-false)
                                                                 ii.          Tes pilihan ganda (multiple choice test)
                                                               iii.          Menjodohkan (matching test)
                                                               iv.          Tes isian (completion test)

2)      Bentuk – bentuk tes
                                                                      i.            Tes Subjektif
Pada umunya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Kebaikan tes subjektif :
·      Mudah disiapkan dan disusun
·      Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
·      Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus
·      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya denga gaya bahasa dan cara sendiri
·      Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan

Kelemahan tes subjektif :
·      Kadar validitas dan realibilitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari siswa yang betul-betul telah dikuasai
·      Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa buah saja
·      Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa buah saja
·      Cara pemeriksaannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
·      Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual
·      Waktu untuk mengoreksinya lama dan dapat diwakilkan kepada orang lain.

                                                                    ii.            Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai. Kebaikan tes objektif :
·         Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, lebih representative mewakili isi yang luas
·         Lebih mudah dan cepat cara pemeriksaannya
·         Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
·         dalam pemeriksaannya tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan tes objektif:
·         Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain
·         Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenal kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
·         Banyak kesempatan untuk main untung-untungan
·         “Kerja sama” antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
2.      Kualitatif
Secara umum teknik-teknik pengumpulan data yang dapat digunakan peneliti dalam penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut.
a)      Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara dengan sumber informasi melalui komunikasi langsung.
1)      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawancara
Menurut Warwick-Lininger (Muri Yusuf, 2013;376), ada empat faktor yang menentukan keberhasilan dalam percakapan tatap muka maupun percakapan melalui media. Keempat faktor tersebut adalah:
                                                     i.          Pewawancara
Beberapa karakteristik yang harus dimiliki pewawancara:
·      Kemampuan dan keterampilan mewawancarai sumber informasi
·      Kemampuan memahami dan menerima serta merekam hasil wawancara.
·      Karakteristik sosial pewawancara
·      Rasa percaya diri dan motivasi yang tinggi
·      Rasa aman yang dimiliki.
                                                   ii.          Sumber Informasi
Beberapa hal yang perlu dan diperluakan dari sumber informasi adalah:
·      Kemampuan memahami/menangkap pertanyaan dan mengolah jawaban dari pertanyaan yang diajukan pewawancara.
·      Karakteristik sosial (siakp, penampilan, relasi/hubungan) sumber informasi.
·      Kemampuan untuk mengemukakan pendapat.
·      Rasa aman dan percaya diri.
                                                 iii.          Materi Pertanyaan
Faktor yang penting dipahami dalam isi/materi pertanyaan adalah:
·      Tingkat kesukaran materi yang ditanyakan hendaklah dalam ruang lingkup kemampuan sumber informasi. Jangan terlalu sukar dan jangan terlalu mudah.
·      Kesensitifan materi pertanyaan. Peneliti hendaklah menyadari hal-hal yang menyangkut moral, agama, ras atau kedirian tiap sumber informasi yang selalu mengundang subjektif, keengganan atau kepenolakan untuk memberikan jawaban.
                                                 iv.          Situasi Wawancara
Dalam situasi wawancar, sekurang-kurangnya ada empat kondisi yang perlu diperhatikan.
·      Waktu pelaksanaan
·      Tempat pelaksanaan
·      Keadaan lingkungan pada waktu wawancara
·      Sikap masyrakat
Keempat komponensial tersebut saling berpengaruh dan berinteraksi sehingga menunjang dan mungkin juga menghambat pencapaian tujuan wawancara.
2)      Jenis Wawancara
Meskipun wawancara merupakan percakapan tatap muka, namun jika ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diajukan maka wawancara dapat dikategorikan atas tiga bentuk yaitu:
                                                     i.          Wawancara terencana-terstruktur
Wawancara jenis ini adalah suatu bentuk wawancara dimana pewawancara dalam hal ini peneliti menyusun secara terperinci dan sistemis rencana atau pedoman pertanyaan menurut pola tertentu dengan menggunakan format yang baku. Dalam hal ini pewawancara hanya membacakan pertanyaan yang telah disusun dan kemudian mencatat jawaban sumber informasi secara tepat


                                                   ii.          Wawancara terencana-tidak terstruktur
Wawancara jenis ini adalah apabila peneliti/pewawancara menyusun rencanawawncara yang mantap, tetapi tidak menggunakan format dan urutan yang baku.
                                                 iii.          Wawncara bebas
Wawancara jenis ini berlangsung secara alami, tidak diikat atau diatur oleh suatu pedoman, atau oleh suatu format yang baku.
3)      Aturan Umum Wawancara
Beberapa aturan umum yang perlu diperhatikan pewawancara adalah sebagai berikut:
                                                     i.          Penampilan dan sikap
Pakaian yang digunakan pewawancara janganlah mencolok atau terlalu berlebihan dibandingkan dengan keadaan sumber informasi, tetapi jangan pula terlalu buruk dan lusuh.
                                                   ii.          Pewawancara hendaklah terbiasa dengan model pertanyaan yang akan disampaikan
Untuk ini diperlukan latihan penyampaian informasi lebih dini sesuai dengan model-model yang akan disampaikan di lapangan. Pewawancara secara bertahap dan teratur dibiasakan dengan model-model tersebut.
                                                 iii.          Ikuti kata-kata dalam pertanyaan dengan tepat
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perubahan pada isi pertanyaan.
                                                 iv.          Catat jawaban pertanyaan secara tepat dan benar
Apabila pertanyaan yang diajukan berbentuk terbuak maka pewawancara hendak mencatat data sesuai dengan jawaban yang diberikan sumber informasi secara tepat dan dalam konteks yang sebenarnya. Pewawancara dilarang untuk membuat kesimpulan dan ringkasan tentang apa yang dikemukakan sumber informasi, atau membetulkan apa yang dianggap salah dari jawaban narasumber.
                                                   v.          Bila jawaban belum jelas, gunakan teknik menjaring/probing
Teknik probing adalah teknik menggali informasi lebih dalam sehingga terdapat jawaban yang lebih spesifik, tepat dan makna lebih jelas
4)      Penyusunan Pedoman Wawancara
Langkah-langkah dalam menyusun materi yang akan ditanyakan dalam wawancara adalah:
                                                     i.          Melakukan studi literatur untuk memahami dan menjernihkan masalah secara tuntas.
·      Menentukan “domain” yang mewakili masalah yang sebenarnya
·      Mengidentifikasi sampel secara lebih terperinci, termasuk dalam hal ini alamat sumber informasi serta identitas lainnya
·      Menentukan tipe wawancar yang akan digunakan
                                                   ii.          Menentukan bentuk pertanyaan wawancara
·      Apakah menggunakan bentuk langsung atau tidak langsung
·      Apakah yang ditanyakan fakta atau pendapat
·      Apakah berupapertanyaan atau pendapat
                                                 iii.          Menentukan isi pertanyaan wawancara
·      Nyatakan pertanyaan dalam urutan yang jelas
·      Mulai dari pertanyaan fakta dan sederhana
·      Setelah urutan ditentukan, gunakan bahan yang tidak meragunak dalam bentuk yang khusus sehingga dapat dipahami sumber informasi
·      Pewawancara jangan mencoba berkomunikasi sebagai responden karena akan mengurangi rasa hormat dari sumber informasi
·      Hindari pertanyaan yang membimbing.
5)      Prosedur Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses tatap muka antara dua orang yang juga merupakan suatu interaksi sosial dan hubungan fungsional. Beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam wawancara.
                                                     i.          Harus diingat bahwa wawancara itu bukan percakapan biasa. Pewawancar hendaklah menciptakan situasi yang menyenangkan dan sdara akan fungsinya.
                                                   ii.          Memilih waktu yang tepat, dimana waktu yang telah disepakati oleh pewawancara dan sumber informasi agar tidak mengganggu kegiatan sumber informasi
                                                 iii.          Andaikata pewawancara tidak dapat melaksanakan wawancara pada waktu yang telah disepakati, maka komunikasikanlah dengan sumber informasi dengan baik dan minta waktu lain untuk dapat melakukan wawancara.
b)      Observasi
Teknik observasi ini merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui atau menyelidiki tingkah laku non verbal. Apabila mengacu pada fungsi pengamat dalam kelompok kegiatan, maka observasi dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:
1)      Participant observer, yaitu suatu bentuk observasi dimana pengamat secara teratur berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan yang diamati.
2)      Non-participant observer, yaitu suatu bentuk observasi dimana pengamat tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang diamati.
Kunci keberhasilan observasi sebagai teknik pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat itu sendiri, sebab pengamat melihat, mendengar bahkan merasakan apa yang diteliti dan kemudian menyimpulkan dari apa yang diamati itu.
Apabila peneliti telah menetapkan bahwa observasi merupakan teknik pengumpul data yang tepat untuk digunakan, maka setidaknya ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian dari pengamat yaitu:
1)      Apa yang diamati
2)      Bagaimana mencatat hasil pengamatan
3)      Berapa banyak kesimpulan pengamat dilibatkan
Apabila yang diamati itu adalah tingkah laku individu, maka perlu diperhatikan manakah yang menjadi fokus observasi. Menurut Simons dan Bayer (Muri Yusuf, 2013;388) ada beberapa kelas tingkah laku, yaitu:
1)      Afektif
Berkaitan dengan aspek emosional dalamberkomunikasi, menerima atau menolak keseluruhan tingkah laku individu, serta dalam menerima dan mempertimbangkan ide seseorang
2)      Kognitif
Berkenaan dengan komponensial, intelektual dalam berkomunikasi.
3)      Psikomotor
Berfokus pada tingkah laku orang yang berkomuniasi, bukan pada kata-kata yang digunakan. Observasi diarahkan pada postur tubuh, posisi, ekspresi muka, gerakan tangan dan sebagainya.
4)      Prosedur, Rutinitas dan Kontrol
Kategori ini difokuskan pada “apa yang dibicarakan” atau “orang sedang membicarakan apa”. Apakah individu itu siap bekerja, siap ikut serta dan bagaimana dengan isi yang dibicarakan.
5)      Lingkungan fisik observasi
Berkaitan dengan ruangan dimana observasi itu berlangsung serta tempat mencatat material spesifik yang digunakan.
6)      Struktur sosiologis
Kategori ini berfokus pada “siapa sedang bicara kepada siapa”, peranan yang diamati, umur, jenis kelamin, ras, kepada siapa ia tertarik, dan sebagainya.
7)      Aktivitas
Dalam kategori ini difokuskan pada aktivitas dimana orang tertarik atau terikat, seperti membaca, melihat film, dan sebagainya.


D.   Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar 1986).
Ebel (dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
a)      Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
b)      Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
c)      Face Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
d)     Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
e)      Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
f)       Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bhwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusny diukur.
g)      Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerj seorang di msa mendatang.
h)      Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
i)        Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

1.      Jenis-jenis Validitas
Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu:
a)      Content validity (Validitas isi)
Adalah validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah “sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
Validitas isi suatu instrumen berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik dari variaabel yang dirumuskan pada definisi konseptual dan operasionalnya. Apabila semua karakteristik variabel yang dirumuskan pada definisi konseptualnya dapat diungkap melalui butir-butir suatu instrument, maka instrument itu dinyatakan memiliki validitas isi yang baik. Sayangnya, hal itu mungkin tidak akan pernah tercapai karena sulitnya untuk mendefinisikan keseluruhan karakteristik itu. Selain itu, dari seluruh karakteristik yang dirumuskan pada definisi konseptual suatu variabel seringkali sulit untuk mengembangkan butir-butir yang valid untuk mengungkap atau mengukurnya.
Validitas isi dapat dianalisis dengan cara memperhatikan penampakan luar dari instrument dan dengan menganalisis kesesuaian butir-butirnya dengan karakteristik yang dirumuskan pada definisi konseptual variabel yang diukur. Validitas yang dianalisis dengan memperhatikan penampilan luar instrument itu disebut validitas tampang (face validity). Validitas tampang dievaluasi dengan membaca dan menyelidiki butir-butir instrument serta sekaligus membandingkannya dengan definisi konseptual mengenai variabel yang akan diukur. Validitas yang dianalisis dengan memperhatikan kerepresentativan butir-butir instrument disebut validitas penyampelan (sampling validity) atau kuikulum (curriculum validity). Validitas tampang maupun penyampelan disebut juga sebagai validitas teoritis karena penganalisisannya lazim dilakukan tanpa didasarkan pada data empiris. Alat yang digunakan untuk menganalisis validitas itu adalah logika dari orang yang menganalisisnya.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah ”sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini (dengan catatan tidak keluar dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau ”sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.
Selanjutnya, validitas isi terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu:
1)                 Face Validity (Validitas Muka) adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan maka validitas muka telah terpenuhi.
2)                 Logical Validity (Validitas Logis) disebut juga sebagai Validitas Sampling (Sampling Validity) adalah validitas yang menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Validitas logis sangat penting peranannya dalam penyusunan prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atu table spesifikasi.
b)      Construct validity (Validitas konstruk)
Adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986). Pengujian validitas konstruk merupakan prosesyang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas konstruk adalah seberapa besar derajat tes mengukur hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut.
c)      Criterion-related validity (Validitas berdasar kriteria)
Validitas ini menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur.
2.      Cara Menentukan Validitas Instrumen
Sebelum suatu instrumen baru digunakan harus dicari validitasnya, beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan validitas instrumen adalah sebagainberikut:
a.       Membandingkan Tes/Instrumen dengan Kriterium
Dalam hal ini kriterium adalah instrumen lain yang mengukur aspek yang sama dengan aspek yang ingin diukur. Instrumen itu telah diakui dan diketahui validitasnya. Dengan mencari korelasi keduainstrumen itusecara keseluruhan maka akan didapat harga r nya. Apabila harga r (korelasi) itu setelah dihutung dan dibandingkan dengan harga r tabel sehingga dinyatakan signifikan, maka dapat dikatak instrumen tersebut telah lulus uji validitas. Rumus yang dapat digunakan antara lain:
1)      Kalau N kelompok uji coba besar sama 30 orang dan data yang dihasilkan adalah data interval, maka Product Moment Correlation, dapat digunakan. Salah satu rumusnya adalah:
Keterangan:
Rxy = Koefisien korelasi tes yang disusun dengan kriterium
X       = skor masing-masing responden variabel X
Y       = skor masing-masing responden variabel Y
N       = jumlah responden

2)      Spearman Rank Order Correlation. Rumus ini digunakan apabila jumlah N kecil.
Keterangan
D           = Deviasi urutan tiap responden
N           = Jumlah responden

b.      Validitas Butir Soal
Validitas keseluruhan soal berkualitas erat dengan validitas tiap butir soal. Apa bila tiap butir soal mempunyai validitas yang tinggi dalam hubungannya dengan skor total, maka instrumen itu pada akhirnya juga akan mempunyai validitas yang tinggi. Rumus yang dapt digunakan adalah Korelasi Biserial:
Keterangan:
rpbis           =koefisien korelasi biserial
Mt            =Mean total
Mp           = mean skor darisubjek yang menjawab benar
SDt          = Standar deviasi skor total
P              = proporsi yang menjawab benar
Q             = proporsi yang menjawab salah (q = 1 - p)
E.    Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah keajegan pengukuran. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475) reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995: 21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah "...the degree of which test score are free from error measurement" (www.teorionline.wordpress.com).
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Untuk dapat menetukan reliabilitas suatu instrumen dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.      Metode Bentuk Paralel (Paralel Form Reliability)
Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).
2.      Metode Ulangan (Test-Retest)
Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rxy     = koefisien korelasi antara skor X dan Y
Σxy   = jumlah perkalian x dan y
Σx     = jumlah deviasi dari X
Σy     = jumlah deviasi dari y

3.      Metode Belah Dua (Split-half Method)
Disebut juga tenik “single test single trial”. Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian. Realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua hanya mewakili separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat. Perlu juga mencari korelasi dari kedua kelompok tes tersebut dengan formula sebagai berikut:
           
            Keterangan:
            Rho (rs) =Korelasi
            N = jumlah responden
            D = perbedaan R1 – R2
            Untuk dapat mengetahui reliabilitas instrumen secara keseluruhan maka pada langkah berikutnya hendaklah dicari lagi korelasinya dengan menggunakan Spearman-Brown formula sebagai berikut:
           
Keterangan:
rx1x2             = korelasi skor genap dan ganjil
rx x                 = reliabilitas instrumen

            Sedangkan Flanagan kurang sependapat dengan Spearman Brown yang mengaanggap bahwa varian untuk masing-masing kelompok adalah sama karena itu ia mengemukakan formula sebagai berikut:
             

F.     KESIMPULAN
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan yang dibutuhkan dalam penelitian. Metode (teknik atau cara) menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi atau yang lainnya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari instrumen tergantung dari masalah yang dihadapi. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan atau merumuskan suatu instrumen sebelum instrumen tersebut dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Sebelum peneliti menggunakan instrumen yang telah disusunnya, atau menggunakan instrumen orang lain, harus telah mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, sehingga instrumen yang akan digunakan benar-benar dapat mengukur, menilai dan mengungkapkan aspek-aspek yang seharusnya ingin diungkapkan peneliti melalui penelitian yang dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA
Riduwan. 2013. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta
Yusuf, Muri. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar