Jumat, 08 Juni 2012

apa sajalah

bagi saya dulunya penyakit ini merupakan pembuktian bahwa saya adalah anak yang tak beruntung terlahir di keluarga ini. Bagaimana tidak, saya terlahir sebagai anak kembar yang mana saudara kembar saya (perempuan) tidak pernah mendapat penyakit seperti saya ini. Kakak laki-laki dan perempuan saya merupakan orang-orang yang bisa dibilang sukses di bidang pendidikan. Sementara saya hanya mampu bersaing untuk menjadi yang terbaik dalam pendidikan dengan saudara kembar saya hanya sampai kelas 4 SD. Hingga saat itu saya masih merasa layak tuk berada di keluarga ini, dan hingga titik itupun lah motivasi saya untuk mampu bersaing dengan dia mulai berubah. Rasa malas, jenuh dan letih mulai menjadi teman baik ku.
Saya bukan lah adik yang begitu bersahabat terutama bagi kakak perempuan saya, saya merasa terlalu besar tekanan dari dia dan banyak kata pembanding yang dilontarkan pada saya saat saya harus mengakui jika saya tak sebaik saudara kembar saya. Banyak adu pendapat antara saya dengan  kakak perempuan saya dan tak sedikit menghasilkan sedikit dendam bagi saya. Saya pun pernah coba tuk keluar dari rumah karena perselisihan saya dengan kakak perempuan saya. Saat itu saya akui kesalahan saya bersikap terhadap ibu yang cukup keras namun cara kakak perempuan saya mengingatkan saya bukanlah cara yang bisa saya terima. Hari itu saya coba untuk keluar dari rumah, namun perjalanan saya hari itu mesti terhenti karena obat yang harusnya menemani saya tak saya bawa. Saat itu saya sudah sangat merasa risih dengan kondisi tubuh saya yang mulai tidak bersahabat. Nafas dan kondisi tubuh saya sudah mulai memburuk dan seharusnya insulin menjadi solusi namun apalah daya, obat itu tak saya bawa dan pilihan saya hanya pulang ke rumah bibi say untuk berharap ibu kan mencari saya dan ternyata itu memang benar. Ibu menjemput saya saat kondisi tubuh saya sudah sangat melemah.

Selasa, 05 Juni 2012

awal di fonis

Saat saya harus kembali pada lingkungan saya dengan status penderita diabetes, saya mengahadapi segala sesuatunya dengan pembatasan. Saya tidak diberi jajan saat pergi sekolah, saya harus bawa roti tawar dari rumah setiap pergi sekolah dan saya terpaksa sendiri saat jam istirahat masuk. Banyak hal yang membuat saya saat itu harus berkecil hati, ya…, mau dikata apalagi, toh itu masa orientasi saya terhadap penyakit ini.
Dari awal saya difonis mengidap penyakit ini, saya langsung dihadapkan pada satu pilihan yaitu menggunakan insulin tambahan yang mana insulin ini menggunakan alat jarum suntik. Dan beruntungnya saya, saya bukanlah orang yang begitu takut pada alat yang namanya jarum suntik. Saat itu saya langsung diminta untuk suntik 3x dalam sehari setiap sebelum makan dan itu mesti memiliki rentang waktu 8 jam. Mungkin saat di rawat di rumah sakit, makan pada jam 11 malam tidak begitu menimbulkan problem bagi saya tetapi setelah kegiatan itu mesti saya terapkan di rumah, itu sangatlah berat. Disaat ibu dan saudara saya sudah mulai tidur, saya baru bisa makan malam dengan makan yang juga ditakar. Saat itu saya hanya boleh makan setengah ons nasi untuk 1x makan, 5 roti tawar dalam 1 hari dan 1 buah apel dalam satu hari. Bagi saya itu sangat berat karna saya belum mencoba semua makanan yang teman-teman sebaya saya makan. Terkadang saya sering menitikan air mata ketika ibu saya atau saudara-saudara saya makan makanan yang bukan hidangan bagi penderita diabetes, saya coba lari dan menghindar dari mereka dan setelah saya mendapat tempat yang hanya teruntuk untuk saya maka air mata itu mulai menetes sendiri.

Senin, 04 Juni 2012

kehidupan saya awalnya berjalan selayaknya mereka yang lain, memiliki banyak hal untuk alasan tersenyum. meskipun hanya dibesarkan oleh seorang ibu yang ditinggal untuk selamanya oleh suaminya (ayah yg sangat saya sayangi dan saya rindukan) namun pada saat saya berusia 8 tahun, dimulailah lembaran hidup yang mesti dibatasi dengan berbagai makanan oleh alasan yang bagi saya saat itu tidak pernah bisa saya terima.
semua kehidupan saya mulai terasa berbeda saat saya mesti merasakan keletihan yang tak wajar. saya terus merasa haus dan ingin buang air kecil (bisa dibilang setiap 10 menit). tubuh saya yang sungguh tidak nyaman dan terasa sangat letih mengundang pertanyaan bagi ibu saya. beliau berfikir, apa yang saya alami saat itu hanyalah penyakit yang cukup ditangani oleh seorang tukang pijat. beberapa kali saya dibawa ke tempat pijat dan beberapa hari itupun saya dimanjakan dengan berbagai makanan yang bisa dibilang diluar batas bagi penderita diabet. setelah beberapa hari tanpa kemajuan, sayapun dibawa ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan saya.banyak tes yang saya hadapi dan yang paling memberi saya kejutan adalah harus berhadapan dengan jarum suntik untuk cek darah.meski takut terus saya hadapi. sekian kali puasa untuk cek darah saya jalani dan hasilnya pun menyatakan saya mengidap penyakit diabetesmelitus dan saya harus langsung dirawat inap dengan gula darah mencapai 300an.